Cari Blog Ini

Kamis, 01 November 2018

Siaran Pers: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS

Kebijakan Sawit Nasional Dorong Tujuan Pembangunan Keberlanjutan 2015-2030

Bali, 1 November 2018 

Kinerja sektor kelapa sawit yang terus membaik akan terus dibina secara strategis oleh Pemerintah, agar menciptakan daya tawar dalam jangka panjang, baik di pasar nasional maupun global dengan mengoptimalkan program kelapa sawit berkelanjutan.

“Kelapa sawit menjadi sangat penting bagi pemerintah karena mampu menghasilkan devisa, mengembangkan komoditas dengan keunggulan komparatif, dan berkontribusi positif terhadap pendidikan dan kesehatan, sehingga sektor ini memiliki peran penting dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) 2015-2030” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat memberikan Special Address pada 14th Indonesian Palm Oil Conference and 2019 Price Outlook, Kamis (1/11), di Bali International Convention Center (BICC). 

Peningkatan kinerja sektor kelapa sawit sendiri terlihat sejak tahun 2014. Sesuai data Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), elastisitas produksi kelapa sawit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 2,46%. Artinya, setiap kenaikan 1% produksi kelapa sawit baik secara langsung dan tidak langsung akan mampu memberikan efek multiplier ke sektor terkait dan meningkatkan 2,46% dari total pendapatan nasional. Adapun, sektor ini juga mencatat kinerja terbaik melalui peningkatan ekspor tahun 2017 yang mencapai 25,73% menjadi Rp 307 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. 

Darmin menegaskan sektor ini terus didorong agar sejalan dengan prinsip berkelanjutan dan berkontribusi dalam pencapaian SDGs 2015-2030 yang digunakan sebagai panduan bagi negara maju dan berkembang dalam mengimplementasikan ekonomi berkelanjutan. 

Sejak tahun 2011, pemerintah juga telah mendorong industri sawit agar mengedepankan prinsip berkelanjutan melalui sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan, yang lebih dikenal dengan istilah Indonesian Suistanable Palm Oil (ISPO). Tujuannya untuk memperkenalkan pengelolaan yang lestari pada industri kelapa sawit, sehingga dapat menjaga manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara jangka panjang.

Saat ini, pemerintah sedang mempertimbangkan penguatan ISPO dengan meningkatkan adopsi nilai-nilai SDGs 2015-2030 di dalam prinsip dan kriteria ISPO. Adapun, prinsip dan kriteria ISPO yang saat ini dimiliki telah sejalan dengan 12 dari 17 tujuan dari SDGs 2015-2030, khususnya pertumbuhan inklusif dan pengentasan kemiskinan. Masih banyak ruang untuk meningkatkan adopsi nilai-nilai SDGs 2015-2030 ke dalam prinsip dan indikator ISPO kedepan. 
“Yang saya tekankan, keberlanjutan menjadi kata kunci yang harus dilaksanakan pada pengembangan sektor kelapa sawit” tegas Darmin. 

Beberapa fokus yang sedang dikembangkan untuk memperkuat ISPO, antara lain (i) meningkatkan hirarki aturan atas kebijakan ini dari peraturan menteri menjadi peraturan presiden; (ii) mengikutsertakan para pemangku kepentingan untuk berkontribusi dalam peningkatan proses transparansi, kredibilitas, dan kepemilikan; (iii) mengenalkan keseimbangan peran dan fungsi antara pemerintah, pihak swasta, dan komunitas dalam implementasi ISPO; serta (iv) mengoptimalkan prinsip dan kriteria ISPO sebagai alat untuk menguji kepatuhan terkait prinsip keberlanjutan. 

Turut hadir dalam acara ini Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang P.S. Brodjonegoro, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Ketua GAPKI Joko Supriyono, Pengamat bidang pertanian Bayu Krisnamurthi, dan stakeholder sektor kelapa sawit nasional dari 30 negara. 

Optimalkan Kebijakan Kelapa Sawit Berdaya Saing dan Pro-Masyarakat

Sektor kelapa sawit menghadapi penurunan harga crude palm oil (CPO) sebesar 24% dari USD 636 per ton menjadi USD 485 per ton hingga akhir Oktober 2018. Pemerintah telah menyiapkan dua arah kebijakan sektor kelapa sawit untuk menjaga daya saing di pasar global. 

Dua arah kebijakan tersebut adalah : (i) sisi penawaran, meliputi moratorium kelapa sawit, penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH), Kebijakan Satu Peta, penguatan ISPO, dan penyesuaian pungutan ekspor; serta (ii) sisi permintaan, meliputi optimalisasi B20 dan kebijakan hilirisasi produk kelapa sawit.   
Selain itu, pemerintah juga membuka kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang telah  diimplementasikan sejak 13 Oktober 2018. Program ini dioptimalkan mengingat posisi petani kelapa sawit yang menjadi elemen penting dari keberlanjutan sektor kelapa sawit. 

Untuk meningkatkan kinerja PSR, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan menyederhanakan penyediaan dana PSR, dan meningkatkan target pencapaian lahan PSR dari 14.000 hektare menjadi 50.000 hektare hingga akhir November 2018. Saat ini program PSR telah dilakukan di Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Riau, serta akan terus diimplementasikan di seluruh Indonesia. 

Tidak hanya itu, pemerintah juga sedang mengkaji sistem pungutan ekspor guna meningkatkan hilirisasi produk kelapa sawit. Adapun untuk mengatasi kampanye hitam di pasar global, pemerintah  membentuk Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) bersama Malaysia untuk menjaga daya saing secara kolektif di pasar global dan menyelesaikan kendala perdagangan di beberapa negara destinasi ekspor, seperti India, Pakistan, Cina, Eropa, dan Afrika. (ekon)

*
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Hermin Esti Setyowati

email: humas@ekon.go.id 
twitter dan instagram: @perekonomianRI 
website: www.ekon.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar