Cari Blog Ini

Kamis, 28 November 2019

Hukum Komunikasi 4: Delik Pers dan KUHP


A. Pengertian Delik Pers
Delik pers berasal dari dua kata: Delik dan Pers.
Delik berasal dari perkataan belanda delict yang artinya tindak pidana atau pelanggaran. Istilah Pers berasal dari bahasa belanda. Dalam bahasa Inggris, pers disebut dengan press. Secara harfiah, pers berarti cetak, dan secara maknawiah, pers berarti penyiaran yang tercetak atau publikasi yang dicetak (printed publication). Tetapi sekarang,pengertian pers itu termasuk juga kegiatan komunikasi yang dilakukan melalui media elektronik seperti televisi dan radio. 

Jadi Delik Pers merupakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pers.
Beberapa ahli hukum, istilah delik pers sering dianggap bukan suatu terminologi hukum, karena ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa yang disebut delik pers bukanlah delik yang semata-mata dapat ditunjukkan kepada pers, melainkan ketentuan yang berlaku secara umum untuk semua warga Negara Indonesia. 

Akan tetapi, jurnalis dan pers merupakan kelompok pekerjaan yang definisinya berdekatan dengan usaha menyiarkan,mempertunjukan, memberitakan, dan sebagainya, sehingga unsur-unsur delik pers dalam KUHP itu akan lebih sering ditujukan kepada jurnalis dan pers. Hal ini disebabkan oleh hasil pekerjaanya yang lebih mudah tersiar, terlihat, atau terdengar di kalangan khalayak ramai dan bersifat umum (Prof Komariah E. Sapardjaja, 2003:45).

Delik pers bukan merupakan lex specialis, atau delik yang berlaku bukan untuk hanya pers, melaikan juga untuk masyarakat umum. Akibatnya, kasus-kasus delik aduan ataupun delik biasa yang sering ditangani pengadilan kerap menyangkut pers. Dalam pasal KUHP yang mengatur hal tersebut, tidak ada kata satu pun yang menyebutkan pers. 

Hal yang disebutkan hanya “bentuk lisan”, “barang cetakan”, “menyiarkan”, “mempertunjukkan”, “membuat isinya diketahui umum”, “di muka umum”, “membuat isinya diketahui umum”, “di muka umum” (Sedia Willing Barus,2011:227).

B. Sifat Delik Pers
Ada 2 jenis delik pers, yaitu:
1. Delik aduan, delik yang proses hukumnya hanya akan terjadi jika ada yang merasa terganggu atau mengadukannya ke pihak yang berwajib.


Pasal-pasal dalam KUHP yang terkait dengan delik aduan adalah:a. Pasal 310 (penyerangan/ pencemaran kehormatan atau nama baik seseorang).
Pasal 311 (fitnah).
Pasal 315 (penghinaan ringan terhadap seseorang).
Pasal 316 (penghinaan terhadap pejabat pada waktu atau atau menjalankan tugasnya yang sah).
Pasal 317 (fitnah karena pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa).
Pasal 320 (pencemaran terhadap seseorang yang sudah mati).
Pasal 321 (penghinaan atau pencemaran nama seseorang yang sudah mati).

2. Delik biasa, delik yang tanpa pengaduan pun harus diproses menurut jalur hukum yang berlaku, seperti delik penghinaan terhadap agama.
Pasal 112 dan 113 (pembocoran rahasia negara).
Pasal 134 dan 137 (penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden).
Pasal 142, 143, dan 144 (penghinaan terhadap raja atau kepala negara sahabat, atau orang yang mewakili negara asing di Indonesia).
Pasal 154 dan 155 (pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia).
Pasal 156 dan 157 (pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia).
Pasal 156a (pernyataan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia).
Pasal 160 dan 161 (penghasutan untuk melakukan perbuatan pidana atau menentang penguasa umum dengan kekerasan).
Pasal 162 dan 163 (penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana).
Pasal 207 dan 208 (penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia).
Pasal 282, 532, 533, dan 534 (kesusilaan).

C.Penggolongan Delik Pers
Delik pers dapat digolongkan ke dalam 5 kelompok besar, yaitu:
1. Kejahatan terhadap ketertiban umum.

Diatur dalam pasal-pasal 154, 155, 156, dan 157 KUHP. Pasal-pasal ini dikenal dengan nama haatzaai artikelen, yaitu pasal-pasal tentang penyebarluasan kebencian dan permusuhan di dalam masyarakat terhadap pemerintah.

2. Kejahatan penghinaan.

Dapat dibedakan ke dalam 2 kelompok:
a. Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, diatur dalam pasal 134 dan 137 KUHP.
Termasuk dalam kelompok ini penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum, yang diatur dalam pasal-pasal 207, 208, dan 209 KUHP.
b. Penghinaan umum, diatur dalam pasal-pasal 310 dan 315 KUHP.

3. Kejahatan melakukan penghasutan.

Diatur dalam pasal-pasal 160 dan 161 KUHP.

4. Kejahatan menyiarkan kabar bohong.
Diatur dalam pasal XIV dan XV Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, yang menggantikan pasal 171 KUHP yang telah dicabut.

5. Delik kesusilaan.
Diatur dalam pasal-pasal 282 dan 533 KUHP.

D.Tinjauan terhadap Delik Pers

1. Delik Kebencian (Haatzaai Artikelen)Haatzaai-artikelen berasal dari dua kata bahasa Belanda yang artinya masing-masing: Haat = (benih) kebencian; zaaien = menabur, menanam benih (perselisihan, kebencian); artikel = tulisan atau karangan, bentuk jamaknya adalah artikelen. Jika diterjemahkan secara bebas, haatzaai-artikelen ini bisa disalin dengan “karangan-karangan yang menabur benih kebencian.”

Apa yang termasuk dalam haatzaai-artikelen ini dinyatakan secara jelas dalam pasal 154 KUHP, yang berbunyi: “Barangsiapa menyatakan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia di muka umum, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Atau pasal 155 KUHP, ayat 1, yang menyatakan: ”Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam…”

2. Delik Penghinaan (Pencemaran Nama Baik)

Dalam KUHP sejatinya tidak didefinisikan dengan jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan. Akibatnya perkara hukum yang terjadi sering kali merupakan penafsiran yang subjektif. Seseorang dengan mudah dapat menuduh pers telah menghina atau mencemarkan nama baiknya jika ia tidak suka dengan cara pers memberitakan dirinya. 

Hal ini menyebabkan pasal-pasal penghinaan (dan penghasutan) sering disebut sebagai “ranjau” bagi pers karena mudah sekali dikenakan untuk menuntut pers. Selain itu, ketentuan ini juga sering dijuluki sebagai “pasal-pasal karet” karena begitu lentur untuk ditafsirkan dan diinterpretasikan.

Dalam KUHP disebutkan bahwa penghinaan bisa dilakukan dengan cara lisan atau tulisan (tercetak). Adapun bentuk penghinaan dibagi dalam 5 kategori, yaitu: pencemaran, pencemaran tertulis, penghinaan ringan, fitnah, fitnah pengaduan, dan fitnah tuduhan. Penafsiran adanya penghinaan (dalam pasal 310 KUHP) ini berlaku jika memenuhi unsur:
Dilakukan dengan sengaja dan dengan maksud agar diketahui umum (tersiar).
Bersifat menuduh, dalam hal ini tidak disertai bukti yang mendukung tuduhan tersebut.
Akibat pencemaran itu jelas merusak kehormatan atau nama baik seseorang.

3. Delik kabar bohong
Wartawan atau pers yang menyebarkan berita berdassarkan desas-desus, rumor, atau informasi sepihak bisa terjebak dalam delik kabar bohong, khususnya jika berita itu berakibat merugikan pihak lain. Ketentuan pidana penyebaran kabar bohong diatur dalam pasal XIV dan XV UU No. 1 tahun 1946, yang menggantikan pasal 171 KUHP yang telah dicabut.

Pasal XIV UU No. 1 tahun1946:
Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun.
Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu bohong, dihukum dengan penjara selama-lamanya tiga tahun.

Pasal XV UU No.1 tahun1946:
Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti, setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga tahun.

Dalam prinsip jurnalistik dikenal istilah absence of malice (tanpa niat jahat) ketika media pers menyebarkan informasi yang keliru; hal itu semata-mata karena kesalahan yang dilakukan tanpa kesengajaan. Jika pers menyebarkan kebohongan secara sadar atau sengaja, itu berarti media pers tersebut telah mengkhianati profesinya.

4. Delik Kesusilaan (Pornografi)

Rumitnya masalah pornografi ini, agaknya, tercermin pula dalam aturan hukum. Dalam KUHP tidak ditemukan perumusan yuridis dari istilah pornografi. Menurut teks KUHP Belanda (tahun 1886) yang menjadi cikal bakal KUHP kita, pada pasal 281 yang dilarang adalah openbare schennis de eerbaarheid (melanggar susila secara terbuka), sedangkan dalam pasal 282 digunakan kata-kata anstotelijk voor de eerbaarheid (melanggar perasaan susila).

Pasal-pasal KUHP yang berhubungan dengan pelanggaran kesusilaan adalah pasal-pasal 281, 282, 532, dan 533. Jika kita mempersoalkan pornografi sebagai delik pers, maka yang dimaksud adalah larangan yang diancam dengan ketentuan hukum pidana dalam pasal-pasal 282 dan 533 KUHP.

Pasal 282 KUHP:Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan berterang-terangan suatu yang diketahui isinya, atau suatu gambar atau barang yang dikenalnya yang melanggar perasaan kesopanan, maupun membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan, gambar atau barang itu untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan sehingga kelihatan oleh orang banyak, ataupun dengan berterang-terangan atau dengan menyiarkan sesuatu surat, ataupun dengan berterang-terangan atau dengan menyiarkan sesuatu surat, ataupun dengan berterang-terangan diminta atau menunjukkan bahwa tulisan, gambar atau barang itu boleh didapat, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 45.000.

5.Pertangung jawaban Pers

• Hak Jawab dan Hak Koreksi dalam UU Pers yang kurang jelas diatur baik dalam substansi pasal-pasalnya maupun penjelasan mengakibatkan adanya pendapat yang pro dan kontra sebagai tindak lanjut penyelesaiannya secara hukum di pengadilan negeri. Hak Jawab dan Hak Koreksi tersebut sebenarnya merupakan pokok materi yang sangat terkait dengan pengertian delik pers yang mengarah pada Trial by Press maupun pertanggungjawaban pidana Perusahaan Pers.

• Delik pers yang harus memperhatikan faktor intern seperti investigasi, verifikasi,check and balances, dan cover both side beserta sanksinya secara jelas diatur dalam pasal 18 UU Pers yang memiliki unsur-unsur melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1), pasal 5 ayat (2), pasal 13, di mana pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) yang mengatur perihal pelanggaran Asas Praduga Tak Bersalah serta pers wajib melayani Hak Jawab. 

Berbicara perihal pengertian delik pers, maka harus dikaitkan dengan ketentuan pasal 18 tersebut diatas dan tidak mengacu pada KUHP seperti pasal 154, pasal 155, pasal 310 yang menyangkut pencemaran nama baik, dengan pengertian pasal-pasal KUHP tersebut hanyalah merupakan sarana atau alat dalam membuktikan terjadinya pelanggaran atas unsur Asas Praduga Tak Bersalah dan atau unsur pers tidak melayani hak jawab.

E. Contoh kasus
Berikut dibawah ini sebagai contoh kasus mengenai kasus delik pers yaitu :


Kasus Bambang Harymurti
Dalam kasus ini Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, oleh Jaksa Penuntut Umum dikenakan dakwaan Pertama Primair melanggar Pasal XIV ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP Subsidair melanggar Pasal XIV ayat (2) UU No 1 Tahun 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP dan Kedua Primair melanggar Pasal 311 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP subsidair melanggar Pasal 310 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP

Posisi Kasus
Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo menerbitkan berita di Majalah Tempo edisi 3/9 Maret 2003 telah menampilkan berita dengan judul “Ada Tomy di Tanah abang” yang isinya bahwa pengusaha Tomy Winata telah mendapat proyek renovasi Pasar Tanah Abang senilai Rp. 53 milyar, yang proposalnya sudah diajukan ke Pemda DKI Jakarta sebelum kebakaran di Pasar Tanah Abang terjadi. Tomy Winata dalam pemberitaan tersebut juga telah membantah keterkaitannya dengan rencana renovasi Pasar Tanah Abang. Dugaan bahwa pasar grosir itu dibakar juga dibantah oleh Kepala Pasar Tanah Abang.

G.Referensi
Seno Adji, Oemar. 1990. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Indah Suryawati. 2014. Jurnalistik Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.
https://mindsmine.wordpress.com/2008/07/13/delik-pers/
http://anggara.org/2006/11/07/kejahatan-pers-dalam-perspektif-hukum/

Senin, 18 November 2019

TPPN 11: Penulisan Berita TV Pentingnya Rencana Peliputan dan Wish List



Menulis berita sebenarnya bukan hal yang sulit. Namun para reporter pemula di surat kabar sering harus duduk berjam-jam untuk membuat sebuah berita sepanjang empat hingga lima paragraf. Mereka umumnya mengaku bingung ketika pulang dari lapangan dengan membawa banyak sekali informasi.

“Mana yang lebih dulu harus ditulis?” begitu mereka bertanya.

Kalau saya menghadapi reporter dengan pertanyaan seperti itu, saya justru akan balik bertanya kepadanya: “Lho, sebenarnya kamu ingin menulis berita apa?”

Mengapa saya balik bertanya seperti itu? Karena, bila ada seorang reporter bingung tentang apa yang akan dia tulis sepulang dari lapangan, berarti dia tidak menjalankan prosedur kerja dengan baik. Artinya, dia tidak memliki perencanaan yang baik sebelum melakukan peliputan.

Pembuatan Wishlist

Rencana peliputan merupakan tahap sangat penting bagi seorang reporter untuk melakukan peliputan dan penulisan berita. Dengan perencanaan yang baik, kegiatan peliputan bisa dilakukan secara efisien dan efektif. Untuk selanjutnya penulisan laporan (berita) pun bisa dilakukan dengan cepat.

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam rencana peliputan yaitu membuat wishlist. Wishlist adalah daftar tentang apa yang akan kita liput (angle berita), siapa yang akan kita wawancarai (sides atau pihak yang berkompeten), pertanyaan apa yang akan kita ajukan (questions), serta hal-hal lain yang mendukung laporan kita nanti seperti foto untuk media cetak atau gambar video untuk berita tv, grafik dll.

Ketika akan meliput berita tentang keputusan pemerintah menaikkan harga BBM misalnya, dalam wishlist kita tentukan dulu angle berita kita. Misalnya, anglenya: Mengapa pemerintah menaikkan harga BBM?

Berdasar angle itu kita tentukan sides (pihak yang akan kita wawancarai), questions (pertanyaan yang akan kita ajukan), foto atau ilustrasi yang akan jadikan ilustrasi berita (untuk berita media cetak) atau gambar video yang akan kita ambil (untuk berita tv). Selain itu, kita bisa perkirakan apakah kita memerlukan gambar grafik untuk menggambarkan data-data yang kita peroleh nanti.

Berikut ini contoh wishlist sederhana untuk meliput keputusan pemerintah menaikkan harga BBM.

Angle : Mengapa pemerintah menaikkan harga BBM?

Sides 1 : Menteri ESDM (Pihak yang bertanggung jawab)

Question: 1. Apa alasan pemerintah menaikkan harga BBM?

2. Apakah sudah dipikirkan dampaknya bagi masyarakat?

Sides 2 : Masyarakat pengguna BBM (Pihak yang menjadi korban atau terkena dampak langsung kenaikan harga BBM)

Question : 1. Apa tanggapan Anda terhadap keputusan pemerintah menaikkan harga BBM?

Sides 3 : Yayasan Lembaga Konsumen atau Pengamat ekonomi

Question : Apakah alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM cukup rasional? Apakah tidak ada kebijakan lain yang lebih tepat untuk saat ini?

Untuk berita media cetak, tentu perlu dipikirkan foto apa yang akan dipasang untuk melengkapi laporan yang akan ditulis nanti. Sedangkan untuk berita TV sangatlah penting dipikirkan gambar video yang akan diambil dari lapangan.

Berita TV

Mengingat TV sebagai media audio visual, gambar menempati posisi sangat penting, karena itu dalam merencanakan liputan sekuens-sekuens gambar yang akan diambil harus disusun secara khusus.

Dalam kasus kenaikan harga BBM misalnya bisa diperkirakan gambar-gambar yang dibutuhkan, seperti sekuens warga yang mengantre BBM di SPBU pada malam menjelang kenaikan harga, kesibukan para petugas SPBU, para pengendara motor atau mobil yang antre, para narasumber dll. Juga perlu direncanakan misalnya, apakah Reporter perlu melakukan stand up yaitu menyampaikan laporan dengan berdiri di depan kamera untuk memberi aksentuasi tertentu dalam paket berita yang akan dibuat.

Nah, dengan berbekal wishlist seperti itu, maka seorang reporter tidak akan bingung ketika berada di lapangan. Dia akan bisa lebih efisien bekerja, mencari narasumber, melakukan wawancara, mengambil foto atau gambar video di lapangan dsb. Selanjutnya, begitu sampai di kantor, ia juga akan dengan mudah menulis laporan atau berita sesuai angle yang sudah ditentukan.

Penerapan

WISH LIST

- Topik

Tidak difungsikannya dengan baik jembatan penyebrangan di kota Jakarta

- Angle

Kenapa masyarakat masih menggunakan badan jalan untuk menyebrang jalan disbanding menggunakan jembatan

- Visual

• Jembatan penyebrangan di kota jakarta

• orang berjalan kaki

• jalanan yang ramai

• jembatan penyebrangan

• warga siap menyebrang

• warga menyebrang

• jembatan penyebrangan di jl. Jenderal Sudirman

• jembatan keseluruhan

• suasana jembatan

• warga menyebrang di dekat jembatan

• warga menyebrang dan kendaraan terhambat

- Audio

• Natural sound

• Dubing

- Narasumber

• Warga (penyebrang jalan)

• Pengendara

• Pemerintah Daerah DKI Jakarta

NASKAH BERITA

(LEAD PKG)

JEMBATAN PENYEBRANGAN ORANG/ ATAU JPO/ MERUPAKAN FASILITAS BAGI PEJALAN KAKI/ UNTUK MENYEBRANGI JALAN YANG RAMAI/ SEHINGGA PEJALAN KAKI DAN LALU LINTAS KENDARAAN TERPISAHKAN// NAMUN/ MASYARAKAT BELUM SADAR AKAN FUNGSI JEMBATAN PENYEBRANGAN INI// BERIKUT LIPUTANNYA//

(ROLL PKG)

MASIH BANYAK MASYARAKAT/ YANG MENGGUNAKAN BADAN JALAN RAYA/ SEBAGAI FASILITAS MEREKA UNTUK MENYEBRANGI JALAN // JEMBATAN PENYEBRANGAN/ DI JALAN JENDERAL SUDIRMAN/ JAKARTA MISALNYA/ JEMBATAN YANG BARU SAJA SELESAI DIBANGUN INI/ MASIH BELUM BERFUNGSI DENGAN BAIK// JEMBATAN INI/ TERLIHAT LENGANG DAN SEPI AKAN PEJALAN KAKI//

WARGA MASIH SAJA MENGGUNAKAN BADAN JALAN/ UNTUK BERUPAYA MENYEBRANGI JALAN// AKIBATNYA/ ARUS LALU LINTAS DI JALAN INI SERING TERHAMBAT/ KARENA ULAH MEREKA//

SOT = WARGA

SOT = PENGENDARA

SOT = PEMDA DKI JAKARTA

SELAYAKNYA/ JEMBATAN PENYEBRANGAN SEHARUSNYA MENJADI FASILITAS BAGI MASYARAKAT/ UNTUK MENYEBRANGI JALAN DENGAN AMAN // NAMUN KESADARAN MASYARAKAT YANG RENDAH AKAN FUNGSI JEMBATAN PENYEBARANGAN/ HARUS TERUS GENCAR DI SOSIALISASIKAN OLEH PEMDA DKI JAKARTA/ DAN PIHAK BERWENANG LAINNYA// SEHINGGA SAAT MENYEBRANG JALAN / TAK HARUS MENGANCAM KESELEMATAN NYAWA BANYAK ORANG//

DARI JAKARTA/ DWI CHRISTIANTO/ MEMBERITAKAN//

(END)

Rabu, 06 November 2019

Hukum Komunikasi 2: Aspek Hukum Komunikasi




PERS BEBAS & BERTANGGUNG JAWAB

(UU 40/1999 TENTANG PERS)
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Kemerdekaan Pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak
            ßß
Hak Tolak adalah: Hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah

Pers wajib melayani Hak Jawab
Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya

Pers wajib melayani Hak Tolak
Pers nasional melaksanakan perannya sbb:
memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

PERKEMBANGAN HUKUM MEDIA DI INDONESIA
Perkembangan Hukum Media
Sejarah dan Perkembangan Hukum Media di Indonesia
Periode Hukum Sensor Preventif
Periode Hukum Perizinan dan Pembredelan
Periode Hukum Kebebasan Media
Sejarah dan Perkembangan Hukum Media di Indonesia

Periode Hukum Sensor Preventif
Zaman Hindia Belanda (1856-1906)
Zaman Jepang (1942-1945)
Kondisi Media Penyiaran
Sejarah dan Perkembangan Hukum Media di Indonesia

Periode Hukum Perizinan dan Pembredelan
Zaman Belanda (1906-1945)
Kondisi Penyiaran (1920-1930)
Akhir Demokrasi Liberal dan Orde Lama (1957-1966)

Kondisi Media Penyiaran
Zaman Orde Baru (1966-1998)
Kondisi Media Cetak
Kondisi Media Penyiaran
Perkembangan Pertelevisian di Indonesia
Era TV Swasta
UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran

Periode Hukum Kebebasan Media
Zaman Penjajahan Belanda dan Zaman Penjajahan Jepang
Zaman Kemerdekaan/Demokrasi Liberal (1945-1957)

Kondisi Media Penyiaran
Zaman Reformasi (1998-sekarang)
Kondisi Media Cetak
Kondisi Media Penyiaran

Sejarah dan Perkembangan Hukum Media di Indonesia
Dengan adanya deregulasi pers sampai akhirnya dihapuskannya SIUPP dan adanya jaminan kebebasan pers, kemudian muncul persoalan baru, yaitu tuduhan yang gencar dilakukan berbagai kalangan bahwa “pers Indonesia telah kebablasan”.
Pers dinilai bertindak tidak profesional dengan seringnya membesar-besarkan masalah dan mengeksploitasi konflik yang terjadi di masyarakat.

Tekanan kepada pers terus berlangsung melalui berbagai cara termasuk dengan kekerasan, sampai dengan adanya tuntutan hukum dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mana dalam KUHP ini terdapat ketentuan mengenai Delik Pers, yang digunakan untuk menyeret wartawan sebagai pelaku tindak kriminal à dikenal dengan istilah “kriminalisasi pers” yang muncul pada tahun 2004.

Karena itulah, pers cetak yang telah “merasa aman” dengan UU Pers ini, lima tahun kemudian ternyata secara hukum tidak berdaya dengan “kriminalisasi pers”.
UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers tampaknya menjadi pelajaran berharga baik bagi yang mendukung maupun yang menentang. UU ini juga merupakan suatu rujukan penting dalam proses penyusunan UU Penyiaran.

UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disahkan pada tanggal 28 Desember 2002 à mengatur adanya pengawasan oleh publik melalui lembaga negara independen bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan sejumlah PP, sbb:
PP No. 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik;
PP No. 12 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia;
PP No. 13 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia;
PP No. 49 tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing;
PP No. 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta;
PP No. 51 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas; dan
PP No 52 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan.
            Empat PP terakhir mendapat penolakan keras dari KPI, yang kemudian mengadukan kepada Komisi I DPR RI. Akhirnya pada 5 Desember 2005, Komisi I DPR RI memerintahkan agar keempat PP tersebut ditunda selama dua bulan.

BAB V
SENSOR DALAM MEDIA FILM
Pasal 33 ayat (2): Penyensoran dapat mengakibatkan bahwa sebuah film:
            a. diluluskan sepenuhnya
            b. dipotong bagian gambar tertentu
            c. ditiadakan suara tertentu
            d. ditolaknya seluruh film, untuk diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan.

Undang-Undang Perfilman
Pasal 57 UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman
Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan wajib memperoleh surat tanda lulus sensor

Surat tanda lulus sensor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan setelah dilakukan penyensoran yang meliputi:
Penelitian dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum;

Penentukan kelayakan film dan iklan film untuk diedarkan, dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum; dan Penentuan penggolongan usia penonton film.

Sensor Film Masa Transisi
Kuldesak (Mira Lesmana, Riri Reza, Nan Achnas, Rizal Mantovani)1997 (Mediatama Inisiatif Lensa Karya)Adegan homoseksual dipotong
Buruan Cium Gue2004 (MVP Pictures)Lulus sensor, tetapi ditarik dari peredaran oleh MVP karena tekanan dari Ustadz KH Abdullah Gymnasiar dan Din Syamsuddin dari MUI (19 Agustus 2004). Kemudian diedarkan kembali dengan judul Satu Kecupan.

Gie (Riri Reza)2004 (Miles Production)Pemotongan adegan ciuman karena tidak cocok dengan kepribadian Soe Hok Gie. Sementara itu, lagu “Genjer-genjer” diperbolehkan.
9 Naga (Rudy Sujarwo)2005 (Kipas Production)Pelarangan peredaran poster film bergambarkan Fauzi Baadila dengan teks “Manusia terbaik Indonesia adalah seorang penjahat”

Berbagi Suami (Nia Dinata)2006 (Kalyana Shira Films)Penghapusan adegan senggama berdiri, lesbian, bercumbu, ciuman. Total pemotongan 212 detik.
Sensor Film Masa Transisi

Long Road to Heaven 2007 (Kalyana Shira Films) Sensor oleh LSF (167/I/23 Januari 2007) dengan pemotongan adegan sosok polisi, shalat berjamaah membaca surat Al-Kafirun. Total pemotongan 43 detik. Penolakan pemutaran/ peredaran film ini oleh Bapfida Bali (Surat No. 484/04/Bapfida/2007). Pertimbangan penolakan: Penayangan film akan membuka luka lama dan membangkitkan trauma masyarakat Bali.Dikhawatirkan akan memicu konflik horizontal berlatar belakang SARA.Film tersebut berpotensi menghambat usaha pemulihan yang dilaksanakan pemerintah

3 Hari untuk Selamanya (Riri Reza) 2007 (Miles Production) Pemotongan adegan melinting rokok ganja, bergantian menghisap dari botol minuman keras, ujaran “tidak sekeras ekstasi” sambil menenggak narkotika, serta adegan ciuman dan senggama (8 adegan) Lentera Merah 2006 (Rapi Films) Lagu “Genjer-genjer” tidak boleh diperdengarkan.

Pocong I (Rudy Sujarwo) 2006 (Sinemart) Dianggap tidak sesuai dengan norma kesopanan umum (adegan pemerkosaan), menonjolkan kekerasan, serta menyajikan adegan kekejaman dan kejahatan lebih dari 50% sehingga mengesankan kebaikan dapat dikalahkan oleh kejahatan. Dan juga dapat berpotensi membangkitkan dendam atau luka lama akibat peristiwa berdarah Mei 1998.

Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (Monti Tiwa) 2007 (Sinemart) Dilarang/ diprotes beredar di Makassar (salah satunya adalah Warga Peduli Moral Sulsel dan SENAKKI/ Sekretariat Nasional Kine Klub Indonesia), juga diprotes oleh Jakarta berkenaan dengan representasi etnis Batak.

Delik Komunikasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Macam-macam Delik:
Delik laporan (biasa)
Delik aduan:
Delik aduan absolut
Delik aduan relatif

Penghinaan, pencemaran nama baik, dan fitnah
Penghinaan terhadap sesama rakyat, pemerintah, dan kepala negara
Penghinaan terhadap agama
Pembocoran rahasia negara dan jabatan
Pornografi dan pornoaksi

Penghinaan, pencemaran nama baik, dan fitnah (310 – 321 KUHP)
Penghinaan ringan à dilakukan terhadap seorang baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dan tidak bersifat pencemaran nama baik.

Pencemaran nama baik à merupakan tindakan menyerang kehormatan atau nama baik seorang dengan menuduh sesuatu hal, dengan maksud supaya hal itu diketahui umum.

Fitnah à merupakan tindakan pencemaran nama baik yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Penghinaan terhadap sesama rakyat, pemerintah, dan kepala negara (156 – 163, dan 207 KUHP)
Ditujukan kepada sesama rakyat, pemerintah, dan kepala negara, dengan maksud supaya timbul kebencian dan sikap antipati.
Penghinaan terhadap sesama rakyat à ct. antar suku

Penghinaan terhadap Agama (156a)
Pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia
Penyebaran faham atheis.

Pembocoran Rahasia Negara dan Jabatan (112-116, dan 322 KUHP)
Merupakan tindakan mengumumkan surat-surat, berita-berita, atau keterangan-keterangan yang seharusnya dirahasiakan untuk kepentingan negara.

Pornografi & Pornoaksi (281-283, 533-535 KUHP)
Akan dibahas lebih lanjut pada materi tersendiri, mengingat telah diberlakukannya Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi
Undang-Undang Penyiaran dan Peraturan KPI

UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran
Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan.

Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi.

Lembaga penyiaran asing dilarang didirikan di Indonesia.

Isi siaran dilarang:
bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Pasal 36 ayat (6): Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi.

Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.

Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain.

Pasal 46 ayat (3) : Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;
promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.

Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Organisasi KPI dibagi menjadi tiga bidang, yaitu:
Bidang kelembagaan, menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI.
Bidang struktur penyiaran, bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran.
Bidang pengawasan isi siaran, menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.

Wewenang KPI:
Menetapkan standar program siaran
Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran (diusulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI)
Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran
Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran
Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat

P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran), merupakan aturan yang dikeluarkan oleh KPI.
KPI pertama kali mengeluarkan P3SPS di tahun 2006.

Pornografi&Pornoaksi

SOSIOLOGIS
Pornografi (Yunani) à porne dan graphein.
Porne à perempuan jalang,
graphein à menulis.

Jadi pengertian pornografi dapat dikatakan sebagai bahan lukisan, gambar atau tulisan serta gerakan-gerakan tubuh yang membuka dan memportontonkan aurat secara sengaja dan membangkitkan nafsu birahi.

Pornografi à gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia, sifatnya yang seronok, jorok, vulgar, membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual.

Pornoaksi à aksi-aksi subjek-objek seksual yang dipertontonkan secara langsung dari seseorang kepada orang lain, sehingga menimbulkan rangsangan seksual bagi seseorang termasuk menimbulkan histeria seksual di masyarakat.   

YURIDIS (UU PORNOGRAFI)
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya, melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukkan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan di dalam masyarakat.

KUHP
Dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan
Dengan sengaja dan di muka orang lain (yang bertentangan dengan kehendaknya) melanggar kesusilaan

Menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, membikin tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, mengekspor dan mengimpor, atau menyimpan, menawarkannya atau mempertunjukkannya.

Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi
Secara eksplisit memuat:
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang.
kekerasan seksual
masturbasi dan onani
ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
alat kelamin, atau
pornografi anak.

Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek

CYBER LAW
Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Perbuatan yang Dilarang:
melanggar kesusilaan.
memiliki muatan perjudian
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Perbuatan yang Dilarang:
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
pelanggaran hak milik orang lain
pelanggaran hak cipta

Hubungan UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Cyber Law
Ciptaan termasuk segala bentuk karya pencipta yang terdapat di media internet
Perlu adanya harmonisasi aturan menyangkut penggandaan hak cipta di media internet sebab proses copy dan save as merupakan mekanisme biasa yang sangat diperlukan dalam akses di internet.

Yang termasuk pengumuman adalah termasuk publikasi melalui internet.
Perbanyakan rekaman suara termasuk proses download lagu-lagu mp3 melalui media internet
Program komputer, dan ciptaan-ciptaan lain yang terdapat di internet dilindungi berdasarkan undang-undang ini.
Perlu dikaji lebih lanjut pengambilan berita dari cybermedia yang dijadikan sumber berita oleh media massa lainnya

Hubungan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dengan Cyber Law
Pengertian atau batasan Siaran dan Penyiaran harus diartikan secara luas sehingga mencakup juga penyiaran yang dilakukan melalui sarana teknologi informasi seperti internet

Fungsi penyiaran mencakup pula fungsi cybermedia yang harus berasaskan sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 5 sehingga penyebaran berita-berita melalui internet sejalan dengan prinsip-prinsip penyiaran yang sehat. Implementasi pengaturan secara lebih detail menyangkut cybermedia perlu ditindaklanjuti mengingat cybermedia memiliki kekhususan yang berbeda dengan penyiaran pada umumnya

Implementasi siaran iklan dan penerapan prinsip-prinsip berdasarkan pasal 46 ayat (3) sebaiknya diadopsi tidak hanya oleh cybermedia tetapi juga oleh situs-situs internet pada umumnya yang juga memiliki akses periklanan.

Sensor di media internet dilakukan dengan sangat terbatas dengan memperhatikan unsur perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum, khususnya menyangkut situs-situs yang bersifat terbatas.

Hubungan UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi dengan Cyber Law
Bentuk media komunikasi di sini termasuk media internet.
Menyebarluasan dan menyiarkan di sini termasuk yang melalui internet, dan menjualbelikan termasuk ke dalam jasa e-commerce (perdagangan elektronik)

Mengunduh merupakan istilah lain dari men-download, yaitu mengambil data melalui internet.

Memfasilitasi termasuk ke dalam penyediaan layanan situs-situs pornografi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berwenang untuk memblokir situs-situs pornografi

Situs-situs pornografi sebagai alat bukti di pengadilan.
Pemusnahan terhadap situs-situs pornografi.

Etika Komunikasi Massa dan Kode Etik Profesi

Dalam komunikasi massa, apabila komunikator melanggar suatu kode etik komunikasi maka yang akan menjadi korban dampak negatif dan yang akan melakukan tuntutan adalah sekelompok orang atau sejumlah massa yang merasa geram terhadap pelanggaran ini dan secara umum akan menimbulkan cercaan atau bahkan unjuk rasa.

Pelanggaran terhadap etika komunikasi akan menghambat kelancaran tugas para komunikator dan akan menggagalkan misi dan fungsi di tengah masyarakat.

Etika pers (etika komunikasi massa) adalah filsafat moral yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban pers dan tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk, atau pers yang benar dan pers yang salah

Etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers.

1923 à American Society of Newspaper Editors à memberlakukan Kode Etik Jurnalisme yang mewajibkan semua surat kabar senantiasa memperhatikan kesejahteraan umum, kejujuran, ketulusan, ketidakberpihakan, kesopanan, dan penghormatan terhadap privasi individu.

Kode Etik Radio Siaran 1937 dan Kode Etik Televisi 1952 à mengharuskan media elektronik untuk selalu memperhatikan “kepentingan, kenyamanan, dan kebutuhan publik”. Kode Etik ini memperlakukan media elektronik terutama sebagai sumber hiburan, meskipun media ini juga menjalankan fungsi pendidikan.

Kode Etik Perfilman à menetapkan standar perilaku minimum yang tidak boleh dilanggar. Sejak tahun 1960-an, kode etik perfilman tidak terlalu diperhatikan, selain ketentuan tentang standar jenis film untuk setiap golongan usia.

Lima poin penting yang berkenaan dengan komunikasi massa:
Tanggung Jawab
Kebebasan Pers
Masalah Etis
Ketepatan dan Objektivitas
Tindakan Adil untuk Semua Orang

Beberapa pokok etika dalam komunikasi massa:
Kejujuran (fairness)
Akurasi à ketepatan data atau informasi yang disiarkan kepada khalayak.
Bebas dan bertanggung jawab
Kritik konstruktif à kemampuan mengkritik atau mengoreksi atas kekeliruan yang terjadi.

Pelaksanaan etika komunikasi massa:
Masih membutuhkan perjuangan yang berat dan terus menerus.
Bisa terhambat karena masing-masing pihak (pers, pemerintah, dan masyarakat) membuat ukuran sendiri-sendiri.
Sulit diwujudkan karena tanggung jawabnya terletak pada diri sendiri dan sanksi masyarakat.
Semakin tinggi pendidikan masyarakat, semakin sadar mereka akan pentingnya pelaksanaan etika komunikasi massa.

Etika pers selalu berhubungan dengan soal “keharusan”, yakni upaya untuk menemukan dan mencari hal-hal yang baik dan buruk. 

Kode Etik Jurnalistik dan Perusahaan Pers
Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia
Pasal 5: Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.

Pasal 6: Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.

Pasal 7: Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.

Pasal 8: Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila (asusila) tidak merugikan pihak korban.

Code of Ethics for Asean Journalists
The ASEAN journalist shall resort only to fair, open and honest means or efforts to obtain news, photographs or documents necessary to enable him/her to carry out his/her professional work, properly identifying him/herself in the process as being a representative from media.

The ASEAN journalist shall not allow personal motives or interests to influence him/her or to colour his/her views in a manner that would reflect on his/her professional integrity or would undermine the dignity of his/her profession.

The ASEAN journalism shall not demand or accept any payment, gift or other consideration by way of recompense for reporting what is not true, or withholding or suppressing the truth.

The ASEAN journalist shall honestly report and interpret the news, making sure to the best of his/her knowledge and ability, not to suppress essential facts or distort the truth through exaggeration or through wrong or improper emphasis.

The ASEAN journalist shall give any person aggrieved by his/her report or interpretation of the news the right of reply.

The ASEAN journalist shall not violate confidential information or material obtained by him/her in the exercise of his/her calling.

The ASEAN journalist shall not identify his/her source, and shall resist any outside attempt to make him/her do so, when specifically so enjoined by his/her informant.

The ASEAN journalist shall refrain from writing reports which have the effect of destroying the honour or reputation of a private person, unless public interest justifies it.

The ASEAN journalist shall pay due regard to the multi-ethnic, cultural and religious fabric of ASEAN countries.

The ASEAN journalist shall not write reports, opinions or comments which would endanger the security of his/her country or foment armed confrontation between his/her country and any other ASEAN country, striving at all times, instead, to promote closer friendly relations among them.

Kode Etik Humas
Kode Etik PERHUMAS
Pasal I : Komitmen Pribadi
Anggota PERHUMAS harus :
Memiliki dan manerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan.
Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatkan kepentingan Indonesia.
Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal II : Perilaku Terhadap Klien atau Atasan
Anggota PERHUMAS harus :
Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.
Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaingan tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan, maupun yang perrnah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan.

Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung merendahkan martabat, klien atau atasan, maupun mantan klien atau mantan atasan.
Dalam memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima pembayaran, komisi atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau atasannya yang telah memperoleh kejelasan lengkap.

Tidak akan meyerahkan kepada calon klien atau calon atasan bahwa pembayaran atau imbalan jasa-jasanya harus didasarkan kepada hasil-hasil tertentu, atau tidak akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah kepada hal yang serupa.

Pasal III : Perilaku Terhadap Masyarakat dan Media Massa
Anggota PERHUMAS harus :
Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
Tidak melibatkan diri dalam tindak memanipulasi integritas sarana maupun jalur komunikasi massa.

Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan.
Senantiasa membantu menyebarluaskan informasi maupun pengumpulan pendapat untuk kepentingan Indonesia.

Pasal IV : Perilaku Terhadap Sejawat
Praktisi Kehumasan Indonesia harus :
Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tindak profesional sejawatnya. Namun bila ada sejawat bersalah karena melakukan tindakan yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan PERHUMAS.

Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan sejawatnya.
Membantu dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan ini
Kode Standar Profesional untuk Praktek Hubungan Masyarakat, Masyarakat Humas Amerika
Memperlakukan para klien atau atasan dengan jujur, yang lama dan yang baru, dengan para praktisi sejawat, dan publik umum.
Menjalankan kehidupan profesionalnya sesuai dengan kepentingan umum.
Setia pada kebenaran dan kesaksamaan serta pada standar yang telah diterima secara umum.

Tidak dibenarkan menunjukkan kepentingan yang bertentangan tanpa pernyataan persetujuan dari yang terlibat.
Menjaga kepercayaan dari klien atau atasan, baik yang sekarang maupun yang dulu.
Tidak dibenarkan melibatkan diri dalam praktek yang cenderung merusak integritas saluran komunikasi atau proses pemerintahan.

Tidak dibenarkan menyampaikan secara sengaja informasi yang salah atau menyesatkan dan diwajibkan secara hati-hati untuk menghindarkan penyampaian informasi yang salah atau menyesatkan.
Siap untuk mengidentifikasi di depan umum nama klien atau atasan.
Harus melindungi kepentingan pribadi anggota, klien, atau atasan.
Tidak dibenarkan merugikan reputasi rekan sejawatnya secara sengaja.

Wajib datang sebagai saksi apabila diperlukan (untuk keperluan penyidikan).
Dalam melaksanakan pelayanannya kepada klien atau atasan, tidak dibenarkan menerima pembayaran, komisi atau lainnya dari siapapun selain klien atau atasan tersebut.

Tidak menjamin tercapainya kesepakatan-kesepakatan yang berlangsung di luar pengawasan.
Secepat mungkin harus memutuskan hubungan dengan klien atau atasan apabila terdapat perbuatan yang bertentangan dengan pasal-pasal dari kode etik ini.

Kode Etik Periklanan
Etika Pariwara Indonesia
Tata Krama
Isi Iklan
Hak Cipta
Bahasa
Tanda Asteris (*)
Penggunaan Kata "Satu-satunya“
Pemakaian Kata "Gratis“

Pencantum Harga
Garansi
Janji Pengembalian Uang (warranty)
Rasa Takut dan Takhayul
Kekerasan
Keselamatan
Perlindungan Hak-hak Pribadi
Hiperbolisasi

Waktu Tenggang (elapse time)
Penampilan Pangan
Penampilan Uang
Kesaksian Konsumen (testimony).
Anjuran (endorsement)
Perbandingan
Perbandingan Harga
Merendahkan
Peniruan

Istilah Ilmiah dan Statistik
Ketiadaan Produk
Ketaktersediaan Hadiah
Pornografi dan Pornoaksi
Khalayak Anak-anak

Ragam Iklan
Minuman Keras
Rokok dan Produk Tembakau
Obat-obatan
Produk Pangan
Vitamin, Mineral, dan Suplemen
Produk Peningkat Kemampuan Seks
Kosmetika

Alat Kesehatan
Alat dan Fasilitas Kebugaran atau Perampingan
Klinik, Poliklinik, dan Rumah Sakit
Jasa Penyembuhan Alternatif
Organ Tubuh Transplantasi dan Darah
Produk Terbatas


Jasa Profesi
Properti
Peluang Usaha dan Investasi
Penghimpunan Modal
Dana Sosial dan Dana Amal
Kursus dan Lowongan Kerja
Gelar Akademis
Berita Keluarga
Gerai Pabrik (factory outlet)

Penjualan Darurat dan Lelang Likuidasi
Kebijakan Publik
Judi dan Taruhan
Senjata, Amunisi, dan Bahan Peledak
Agama
Iklan Multiproduk

Pemeran Iklan
Anak-anak   
Perempuan
Jender
Penyandang Cacat
Tenaga Profesional
Hewan
Tokoh Animasi
Standar Usaha Periklanan Indonesia
Penerapan
Pitching Klien
Klien/Account Baru dan Pindahan
Kerahasiaan Data Klien/account
Hak Ekonomis dan Hak-hak Terkait
Rekrutmen dan Imbalan Karyawan
Kredensial, Portfolio, dan Presentasi Perusahaan
Informasi, Konsep dan Materi Produk Lain

Sanksi :
Pelanggaran pertama
Berupa Peringatan Pertama secara tertulis, dan masa pengawasan selama enam bulan.
Pelanggaran kedua
Berupa Peringatan Kedua secara tertulis, dan masa pengawasan tiga bulan.
Pelanggaran ketiga
Berupa skorsing dari keanggotaan PPPI, dikenakan jika antara pelanggaran pertama dan pelanggaran ketiga ini terjadi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.

Lama skorsing ditetapkan berdasarkan bobot dan tenggang waktu terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Pelanggaran keempat
Berupa pemecatan dari keanggotaan PPPI, dan rekomendasi kepada para klien maupun para mitra usaha terkait untuk memutuskan segala bentuk hubungan usaha dengan mantan Anggota tersebut.

Kode Etik Perfilman
Kode Etik KFT-ASI
Ø  Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas Profesional bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa menurut ajaran agama yang dianutnya.
Ø  Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban memenuhi dan menghormati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KFT-ASI sebagai organisasi profesi.

Ø  Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional menjunjung tinggi dan menghormati prinsip-prinsip kebersamaan dan solidaritas.
Ø  Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban memahami pedoman kerja kelompok profesi dan melaksanakannya secara profesional.
Ø  Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas Profesional wajib menghormati setiap perjanjian kerja yang dibuat bersama serta melaksakannya secara profesional.
Ø  Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban menolak pekerjaan membuat dan atau terlibat dalam pembuatan film biru, ataupun film yang menghina agama.
Ø  Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional tidak melakukan ikatan kerja pada dua perusahaan film atahu lebih dalam waktu yang bersamaan.
Ø  Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban mematuhi dan tunduk pada kebijaksanaan organisasi berdasarkan keputusan kongres.

Kode Etik Produser Film Indonesia
Seorang produser film adalah seorang profesionalis yang memiliki bakat dan pengetahuan mengenai profesinya sebagai produser film da bersedia mengabdikan diri pada kehidupan serta kemajuan produksi film Indonesia.
Seorang produser film dalam menjalankan tugasnya wajib membina pengertian yang baik dengan semua pihak dalam hubungan pembuatan film.

Seorang produser film selalu menghormati dan menghargai hak sesama produser film dan tidak melakukan sesuatu perbuatan yang dapat merugikan pihak lain.
Seorang produser film selalu berusaha menjaga reputasi profesinya dan tidak melakukan hal-hal yang dapat mencemarkan nama baik produser film.

Seorang produser film selalu berussaha menjaga kepercayaan-kepercayaan yang diberikan kepadanya dalam hubungan pembuatan film dan mengerjakannya dengan baik serta penuh tanggung jawab.
Seorang produser film selalu menghargai kreativitas setiap karyawan/artis produksinya dan menghormati hak-hak mereka.

Seorang produser film selalu menjaga agar tidak menggunakan bakat dan kemampuannya untuk membuat film yang dapat berpengaruh buruk bagi masyarakat.
Seorang produser film selalu berusaha untuk meningkatkan mutu dan derajat film Indonesia sehingga mendapatkan apresiasi yang layak dari masyarakat.

Seorang produser film mengakui PPFI (persatuan perusahaan film Indonesia) sebagai satu-satu nya wadah yang mengatur tata laksana produksi film, oleh karenanya turut bertanggung jawab atas adanya dan kelangsungan hidup organisasi PPFI.

-- Terima Kasih --