Cari Blog Ini

Selasa, 08 Oktober 2019

TPPN 2: KRITERIA LAYAK BERITA



Gambar di atas merupakan show Gajah di Negara Gajah Putih, Thailand. Apakah gambar ini menarik untuk dijadikan berita dan memiliki kriteria layak berita. Iya, jika banyak hal unik yang disajikan di pertunjukan tersebut.

Selain itu Jurnalisme, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita dalam surat kabar dan sebagainya atau kewartawanan. Sementara itu, banyak yang mendefinisikan jurnalisme sebagai proses pengerjaan sebuah karya-karya, pengumpulan data, atau informasi yang selanjutnya karya tersebut melewati proses penyuntingan hingga menjadi sebuah berita yang layak dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Secara singkat, jurnalisme adalah bercerita dalam bentuk berita dengan suatu tujuan. Dalam cerita atau berita tersebut, selalu tersirat pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada para pembacanya. Selain itu, terdapat sebuah tema yang diangkat dari satu peristiwa. Yang tak kalah penting, yaitu dalam berita harus terdapat karakteristik intrinsik yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Nilai berita inilah yang menjadi tolok ukur yang berguna dan bisa diterapkan untuk menentukan kelayakan sebuah berita (newsworthy).

Dalam pandangan lama, menurut Christian Weise dalam Kusumaningrat (2005 : 58) mengemukakan bahwa pada tahun 1676dalam memilih berita harus dipisahkan antara yang benar dan palsu.Tahun 1690, Tobias Peucer menulis disertasi tentang penerbitan surat kabar di Jerman.Ia menyebut kriteria yang menentukan nilai layak berita, yakni:
(a) tanda-tanda tidak lazim, benda-benda ganjil, hasil kerja atau produk alam dan seni yang hebat, atau peristiwa alam luar biasa.
(b) berbagai jenis keadaan, perubahan pemerintahan, masalah perang dan damai, ahli waris tahta, upacara pelantikan dan upacara resmi serupa itu, dsb.
(c) masalah-masalah gereja dan keterpelajaran.

Sementara hal biasa dan tidak menarik untuk diberitakan menurut Peucer antara lain “kegiatan rutin manusia sehari-hari yang dibedakan oleh musim dan tidak seperti kejadian langka semisal badai yang disertai petir dan guntur.”Juga tidak bernilai beritaadalah “kehidupan pribadi kaum bangsawan seperti berburu, menjamu tamu, kunjungan ke teater….”.Sementara yang tabu diberitakan menurut Peucer adalah “apa yang merusak moral, misalnya kecabulan, kejahatan mengerikan, penyataan bersifat atheis.”
Walter Lippmann, seorang wartawan AS menggunakan istilah nilai berita dalam bukunya Public Opinion (1922) dinilai sebagai tonggak pandangan jurnalistik modern. Disebutkan bahwa suatu berita memiliki nilai layak ditayangkan jika di dalamnya memuat unsur kejelasan (clarity), unsur kejutan (surprise), adanya unsur kedekatan (proximity) geografis dan dampak (impact) serta komplik personalnya.

Kini kriteria di atas lebih disederhanakan lagi, yakni:
(a) unsur aktualitas (timeliness), yakni memandang berita mirip es krim yang gampang meleleh, semakin berlalunya waktu nilainya semakin berkurang;
(b) kedekatan (proximity), yaitu peristiwa mengandung kedekatan dengan pembaca, baik geografis maupun emosional. Peristiwa penindasan warga Bosnia atau Palestina akan mendapat tempat di khalayak pembaca Indonesia, karena memiliki kedekatan emosional menyatukan yakni aspek agama.
(c) keterkenalan (prominence), peristiwa menyangkut tokoh nasional atau selebriti selalu mengundang kepenasaran publik;
(d) dampak (consequence), peristiwa memiliki konsekuensi luas  terhadap masyarakat seperti rencana pengumuman kenaikan BBM, rencana pembatasan usia kendaraan bermotor, dan lain-lain.
Termasuk postingan  yang memiliki "nilai berita" yang tinggi akan selalu diburu publik.  Tak heran, admin Kompasiana pun meletakkan postingan  paling aktual, apalagi cukup orisinil belom dimuat di jejaring manapun di ruang HL. Sementara  berita yang biasa-biasa saja, apalagi basi tak akan dilirik pembaca dan medianya secara perlahan  akan ditinggalkan oleh pembaca setianya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar