Cari Blog Ini

Selasa, 15 Oktober 2019

TPPN 3: Palsu atau nyata? Cara Memeriksa Diri Berita dan Mendapatkan Fakta



Berita palsu dapat mengakibatkan konsekuensi dalam kehidupan sehari-hari. Beredarnya informasi palsu, menjadi masalah besar pada saat-saat ini. Kisah-kisah berita palsu mendapat banyak perhatian. Seperti berita di tajuk utama tentang klaim bahwa pemimpin agama Katolik Paus Francis mendukung Donald Trump dalam pemilihan Presiden Amerika pada November 2016, mengakibatkan situs-situs media seperti American News menyuarakan berita yang diduga menyesatkan atau bahkan mengambil kutipan di luar konteks.

Ketika situs-situs seperti DC Gazette – menyiarkan informasi tentang orang-orang yang diduga menyelidiki keluarga Clinton ditemukan tewas, kisah-kisah itu menjadi viral dan beberapa orang bahkan jadi mempercayainya. Padahal, kisah-kisah seperti itu merupakan informasi palsu, yang tidak dibenarkan dengan cara apa pun. 

Pelacakan terhadap para pembuat berita palsu tentu terus dilakukan oleh aparat penegak hukum, sehingga aparat pun menggunakan berbagai teknik dan teknologi untuk melacak para pembuat berita palsu.

Menghentikan penyebaran berita palsu bukan hanya tanggung jawab platform atau sosial media yang digunakan untuk menyebarkannya. Mereka yang mengkonsumsi berita juga perlu menemukan cara untuk menentukan apakah yang mereka baca itu benar.
Berikut beberapa tips untuk mengetahui kebenaran fakta, apakah informasi yang beredar tersebut palsu atau sesuai fakta.

Setiap orang harus memiliki pemahaman mendasar tentang literasi media. Dan berdasarkan penelitian yang baru-baru ini dirilis oleh para peneliti dari Universitas Stanford, di Amerika Serikat -- banyak orang tidak memiliki pemahaman mendasar tentang literasi media.

Sam Wineburg, seorang profesor pendidikan dan sejarah di Stanford dan penulis utama studi ini menyatakan, untuk mengatasi hal ini, diharapkan setiap pembaca media, membaca seperti mereka pun sebagai si pemeriksa fakta.
Bagaimana pemeriksa fakta melakukan tugasnya?

Alexios Mantzarlis, direktur Jaringan Pengecekan Fakta Internasional di Poynter, mengatakan bahwa pemeriksa fakta melalui beberapa proses untuk setiap klaim yang mereka tangani. “Setiap orang akan menjaga klaim, jika ada suatu informasi yang dapat diverifikasi secara objektif, Anda akan mencari sumber primer terbaik dari topik yang dibahas. 

Temukan apakah informasi tersebut cocok, justru membantah atau bahkan membuktikan klaim yang dibuat, dan dengan semua keterbatasan data dan apa data tersebut mengatakan hal lain tentang klaim yang dibuat," ujar Mantzarlis.

Itulah kerangka acuan cek fakta bagi para profesional, tetapi ada cara lain bagi semua orang untuk melakukan penyelidikan fakta. Melissa Zimdars, asisten profesor komunikasi dan media di Merrimack College di North Andover, Mass mengungkapkan. Ketika dia melihat murid-muridnya mereferensikan sumber-sumber yang dipertanyakan, dia menyusun berbagi dokumen bersama murid-muridnya tentang bagaimana berpikir terkait asal sumber, serta daftar informasi yang menyesatkan, terutama berasal dari situs satir dan palsu.

Baik Mantzarlis dan Zimdars sepakat terdapat beberapa praktik terbaik yang dapat digunakan setiap orang ketika membaca artikel online.

1. Perhatikan domain dan URL
Organisasi media yang telah mapan biasanya memiliki domain dan memiliki tampilan standar yang mungkin telah anda kenal. Situs dengan akhiran seperti .com.co akan membuat para pembaca lebih memperhatikan dan memberi tambahan keingintahuan bahwa si pembaca perlu menggali lebih dalam, untuk melihat apakah mereka dapat mempercayai situs tersebut. Hal ini untuk menentukan kebenaran bahkan ketika situs terlihat profesional dan memiliki logo yang sedikit banyak telah dikenal masyarakat. Misalnya, abcnews.com adalah sumber berita yang sah, tetapi abcnews.com.co bukanlah sumber berita yang sah, meskipun tampilannya serupa.

2. Baca bagian di situs "Tentang Kami"
Sebagian besar situs mengunggah informasi tentang rubrik berita, perusahaan yang menjalankannya, daftar redaksi, dan pernyataan visi-misi dan kode etik organisasi media. Bahasa yang digunakan sangat mudah. Jika dalam artikel yang dimuat terlalu melodramatik dan terkesan berlebihan, sang pembaca harus skeptis. Selain itu, para pembaca pun harus dapat menemukan lebih banyak informasi tentang para pemimpin redaksi tersebut, selain di situs itu.

3. Lihatlah kutipan dalam sebuah cerita
Sebagian besar publikasi memiliki banyak sumber dalam setiap cerita yang diterbitkan secara profesional dan para nara sumber itu memiliki keahlian di bidang yang mereka bicarakan. Jika terdapat masalah serius atau kontroversial, ada kemungkinan besar akan terdapat banyak kutipan. Cari profesor atau akademisi lain yang dapat berbicara tentang persoalan yang dibahas, dikaitkan dengan penelitian yang telah mereka lakukan. Dan jika mereka berbicara tentang penelitian, si pembuat berita juga harus mempelajari isi studi itu.

4. Lihatlah siapa yang mengatakannya
Kemudian, lihat siapa yang menyatakan sesuatu dalam kutipan, dan apa yang mereka katakan. Apakah mereka sumber yang memiliki reputasi baik, dengan judul yang dapat Anda verifikasi melalui pencarian cepat Google?

5. Periksa komentarnya
Banyak dari cerita palsu yang menyesatkan, dibagikan di platform media sosial. Biasanya masyarakat hanya membaca secara singkat dari judur berita utamanya, yang memang bertujuan untuk mendapatkan perhatian pembaca. Tetapi seharusnya judul bisa mencerminkan secara akurat tentang apa cerita tersebut.

Akhir-akhir ini, hal itu tidak terjadi. Berita utama/ atau headline sering kali ditulis dalam bahasa yang berlebihan dengan maksud menyesatkan dan kemudian dilampirkan pada cerita yang tentang topik yang sama sekali berbeda atau tidak benar. Kisah-kisah ini biasanya menghasilkan banyak komentar di Facebook atau Twitter. Jika banyak dari komentar ini menyebut artikel itu sebagai palsu atau menyesatkan, mungkin baru terungkap bahwa berita itu adalah berita palsu.

6. Membalikkan pencarian gambar
Sebuah gambar harus akurat dalam menggambarkan isi cerita. Ini sering kali tidak terjadi. Apalagi jika para pencari berita yang menulis berita palsu itu, bahkan tidak meninggalkan rumah mereka atau mewawancarai siapa pun untuk berita yang mereka buat. Kecil kemungkinan mereka akan mengambil foto sendiri.

Jadi, lakukan lah sedikit penyelidikan dan gali informasi tentang berita itu di mesin pencarian gambar di Google. Anda dapat melakukan ini dengan mengklik kanan pada gambar dan membiarkan Google mencari gambar yang ingin anda ketahui. Jika gambar muncul di banyak cerita tentang banyak topik berbeda, ada kemungkinan itu bukan gambar dari apa yang diungkapkan di cerita pertama.

Kiat-kiat ini hanyalah kiat permulaan dalam menentukan jenis berita atau suatu artikel itu merupakan berita palsu atau sesuai fakta. Zimdars menjabarkan ini dan lainnya dalam panduan untuk murid-muridnya.

Jika Anda melakukan langkah-langkah ini, Anda membantu diri sendiri dan Anda membantu orang lain dengan tidak meningkatkan sirkulasi cerita-cerita palsu tersebut. Dan Anda tidak akan menjadi satu-satunya orang yang mencoba menghentikan penyebaran konten palsu. 

Para pemimpin perusahaan di balik platform / sosial media yang kerap ditunggangi cerita palsu, tengah mencoba mencari cara untuk memperbaiki masalah mereka, tetapi mereka juga berusaha memastikan untuk tidak membatasi kebebasan berekspresi. Ini posisi yang sulit untuk dilalui oleh para pemilik platform sosial media, namun mereka akan berupaya menangkal berita palsu. Akhirnya, hal itu tergantung pada tanggung jawab moral dari pemilik sosial media tersebut.

Selain itu, terdapat pula publikasi satir/ sindiran yang menyasar tujuan tertentu, meski jelas berita itu diberi label sebagai informasi yang dilebih-lebihkan dan hal yang lucu oleh penulis dan pemilik media. Jika orang yang membacanya tidak mengerti, mereka mungkin membagikan artikel ini setelah membacanya dalam arti yang sebenarnya atau harfiah.

Jika ini terjadi atau jika Anda melihat teman Anda membagikan berita palsu secara terang-terangan, jadilah teman yang baik dan katakan bahwa informasi yang dibagikan itu tidak sesuai fakta. Jangan hanya bisa menghindar dari perdebatan meski hubungan Anda dengan teman itu, bahkan mungkin menjadi tidak nyaman. Seperti ada tertulis, setiap orang harus memberangus setiap berita palsu yang beredar. (Wynne Davis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar