PERS BEBAS &
BERTANGGUNG JAWAB
(UU 40/1999 TENTANG PERS)
Kemerdekaan
pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Kemerdekaan Pers
dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap Pers
nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak
ßß
Hak Tolak adalah: Hak
wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas
dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Pers
nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak
bersalah
Pers wajib melayani
Hak Jawab
Hak
Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya
Pers wajib melayani
Hak Tolak
Pers
nasional melaksanakan perannya sbb:
memenuhi
hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak
Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan
pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum; memperjuangkan
keadilan dan kebenaran.
PERKEMBANGAN HUKUM
MEDIA DI INDONESIA
Perkembangan
Hukum Media
Sejarah
dan Perkembangan Hukum Media di Indonesia
Periode
Hukum Sensor Preventif
Periode
Hukum Perizinan dan Pembredelan
Periode
Hukum Kebebasan Media
Sejarah
dan Perkembangan Hukum Media di Indonesia
Periode Hukum Sensor
Preventif
Zaman
Hindia Belanda (1856-1906)
Zaman
Jepang (1942-1945)
Kondisi
Media Penyiaran
Sejarah dan
Perkembangan Hukum Media di Indonesia
Periode Hukum
Perizinan dan Pembredelan
Zaman
Belanda (1906-1945)
Kondisi
Penyiaran (1920-1930)
Akhir
Demokrasi Liberal dan Orde Lama (1957-1966)
Kondisi Media
Penyiaran
Zaman
Orde Baru (1966-1998)
Kondisi
Media Cetak
Kondisi
Media Penyiaran
Perkembangan
Pertelevisian di Indonesia
Era
TV Swasta
UU
No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
Periode Hukum
Kebebasan Media
Zaman
Penjajahan Belanda dan Zaman Penjajahan Jepang
Zaman
Kemerdekaan/Demokrasi Liberal (1945-1957)
Kondisi Media
Penyiaran
Zaman
Reformasi (1998-sekarang)
Kondisi
Media Cetak
Kondisi
Media Penyiaran
Sejarah dan
Perkembangan Hukum Media di Indonesia
Dengan
adanya deregulasi pers sampai akhirnya dihapuskannya SIUPP dan adanya jaminan
kebebasan pers, kemudian muncul persoalan baru, yaitu tuduhan yang gencar
dilakukan berbagai kalangan bahwa “pers Indonesia telah kebablasan”.
Pers
dinilai bertindak tidak profesional dengan seringnya membesar-besarkan masalah
dan mengeksploitasi konflik yang terjadi di masyarakat.
Tekanan
kepada pers terus berlangsung melalui berbagai cara termasuk dengan kekerasan,
sampai dengan adanya tuntutan hukum dengan menggunakan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), yang mana dalam KUHP ini terdapat ketentuan mengenai Delik
Pers, yang digunakan untuk menyeret wartawan sebagai pelaku tindak kriminal à
dikenal dengan istilah “kriminalisasi
pers” yang muncul pada tahun 2004.
Karena
itulah, pers cetak yang telah “merasa aman” dengan UU Pers ini, lima tahun
kemudian ternyata secara hukum tidak berdaya dengan “kriminalisasi pers”.
UU
No. 40 tahun 1999 tentang Pers tampaknya menjadi pelajaran berharga baik bagi
yang mendukung maupun yang menentang. UU ini juga merupakan suatu rujukan
penting dalam proses penyusunan UU Penyiaran.
UU
No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disahkan pada tanggal 28 Desember 2002 à
mengatur adanya pengawasan oleh publik melalui lembaga negara independen
bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Pada tahun 2005
pemerintah mengeluarkan sejumlah PP, sbb:
PP
No. 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik;
PP
No. 12 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia;
PP
No. 13 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia;
PP
No. 49 tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing;
PP
No. 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta;
PP
No. 51 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Komunitas; dan
PP
No 52 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Berlangganan.
Empat
PP terakhir mendapat penolakan keras dari KPI, yang kemudian mengadukan kepada
Komisi I DPR RI. Akhirnya pada 5 Desember 2005, Komisi I DPR RI memerintahkan
agar keempat PP tersebut ditunda selama dua bulan.
BAB V
SENSOR DALAM MEDIA FILM
SENSOR DALAM MEDIA FILM
Pasal
33 ayat (2): Penyensoran dapat mengakibatkan bahwa sebuah film:
a. diluluskan sepenuhnya
b. dipotong bagian gambar tertentu
c. ditiadakan suara tertentu
d. ditolaknya seluruh film, untuk
diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan.
Undang-Undang
Perfilman
Pasal
57 UU No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman
Setiap
film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan wajib
memperoleh surat tanda lulus sensor
Surat
tanda lulus sensor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan setelah
dilakukan penyensoran yang meliputi:
Penelitian
dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film yang
akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum;
Penentukan
kelayakan film dan iklan film untuk diedarkan, dan/atau dipertunjukkan kepada
khalayak umum; dan Penentuan
penggolongan usia penonton film.
Sensor Film Masa
Transisi
Kuldesak
(Mira Lesmana, Riri Reza, Nan Achnas, Rizal Mantovani)1997 (Mediatama Inisiatif
Lensa Karya)Adegan homoseksual dipotong
Buruan
Cium Gue2004 (MVP Pictures)Lulus sensor, tetapi ditarik dari peredaran oleh MVP
karena tekanan dari Ustadz KH Abdullah Gymnasiar dan Din Syamsuddin dari MUI
(19 Agustus 2004). Kemudian diedarkan kembali dengan judul Satu Kecupan.
Gie
(Riri Reza)2004 (Miles Production)Pemotongan adegan ciuman karena tidak cocok
dengan kepribadian Soe Hok Gie. Sementara itu, lagu “Genjer-genjer”
diperbolehkan.
9
Naga (Rudy Sujarwo)2005 (Kipas Production)Pelarangan peredaran poster film
bergambarkan Fauzi Baadila dengan teks “Manusia terbaik Indonesia adalah
seorang penjahat”
Berbagi
Suami (Nia Dinata)2006 (Kalyana Shira Films)Penghapusan adegan senggama
berdiri, lesbian, bercumbu, ciuman. Total pemotongan 212 detik.
Sensor
Film Masa Transisi
Long
Road to Heaven 2007 (Kalyana Shira Films) Sensor oleh LSF
(167/I/23 Januari 2007) dengan pemotongan adegan sosok polisi, shalat berjamaah
membaca surat Al-Kafirun. Total pemotongan 43 detik. Penolakan pemutaran/ peredaran
film ini oleh Bapfida Bali (Surat No. 484/04/Bapfida/2007). Pertimbangan
penolakan: Penayangan
film akan membuka luka lama dan membangkitkan trauma masyarakat
Bali.Dikhawatirkan akan memicu konflik horizontal berlatar belakang SARA.Film
tersebut berpotensi menghambat usaha pemulihan yang dilaksanakan pemerintah
3
Hari untuk Selamanya (Riri Reza) 2007 (Miles
Production) Pemotongan
adegan melinting rokok ganja, bergantian menghisap dari botol minuman keras,
ujaran “tidak sekeras ekstasi” sambil menenggak narkotika, serta adegan ciuman
dan senggama (8 adegan) Lentera
Merah 2006
(Rapi Films) Lagu
“Genjer-genjer” tidak boleh diperdengarkan.
Pocong
I (Rudy Sujarwo) 2006
(Sinemart) Dianggap
tidak sesuai dengan norma kesopanan umum (adegan pemerkosaan), menonjolkan
kekerasan, serta menyajikan adegan kekejaman dan kejahatan lebih dari 50%
sehingga mengesankan kebaikan dapat dikalahkan oleh kejahatan. Dan juga dapat
berpotensi membangkitkan dendam atau luka lama akibat peristiwa berdarah Mei
1998.
Maaf,
Saya Menghamili Istri Anda (Monti Tiwa) 2007 (Sinemart) Dilarang/ diprotes
beredar di Makassar (salah satunya adalah Warga Peduli Moral Sulsel dan
SENAKKI/ Sekretariat
Nasional Kine Klub Indonesia), juga diprotes oleh Jakarta berkenaan dengan
representasi etnis Batak.
Delik Komunikasi
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Macam-macam
Delik:
Delik
laporan (biasa)
Delik
aduan:
Delik
aduan absolut
Delik
aduan relatif
Penghinaan,
pencemaran nama baik, dan fitnah
Penghinaan
terhadap sesama rakyat, pemerintah, dan kepala negara
Penghinaan
terhadap agama
Pembocoran
rahasia negara dan jabatan
Pornografi
dan pornoaksi
Penghinaan,
pencemaran nama baik, dan fitnah (310 – 321 KUHP)
Penghinaan
ringan à dilakukan terhadap seorang baik di muka umum
dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau
perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dan
tidak bersifat pencemaran nama baik.
Pencemaran
nama baik à merupakan tindakan
menyerang kehormatan atau nama baik seorang dengan menuduh sesuatu hal, dengan
maksud supaya hal itu diketahui umum.
Fitnah
à merupakan tindakan pencemaran nama baik yang
tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Penghinaan terhadap
sesama rakyat, pemerintah, dan kepala negara (156 – 163, dan 207 KUHP)
Ditujukan
kepada sesama rakyat, pemerintah, dan kepala negara, dengan maksud supaya
timbul kebencian dan sikap antipati.
Penghinaan
terhadap sesama rakyat à ct. antar suku
Penghinaan terhadap
Agama (156a)
Pada
pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia
Penyebaran
faham atheis.
Pembocoran Rahasia
Negara dan Jabatan (112-116, dan 322 KUHP)
Merupakan tindakan mengumumkan
surat-surat, berita-berita, atau keterangan-keterangan yang seharusnya
dirahasiakan untuk kepentingan negara.
Pornografi &
Pornoaksi (281-283, 533-535 KUHP)
Akan
dibahas lebih lanjut pada materi tersendiri, mengingat telah diberlakukannya
Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi
Undang-Undang
Penyiaran dan Peraturan KPI
UU No. 32 tahun 2002
tentang Penyiaran
Lembaga
Penyiaran Swasta wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki
saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan.
Kepemilikan
silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran
radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran
televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta
antara Lembaga Penyiaran Swasta dan lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran
lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi.
Lembaga
penyiaran asing dilarang didirikan di Indonesia.
Isi siaran dilarang:
bersifat
fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
menonjolkan
unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat
terlarang; atau mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Pasal
36 ayat (6): Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan
dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau
merusak hubungan internasional.
Pemusatan
kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu
badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran,
dibatasi.
Sebelum
menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin
penyelenggaraan penyiaran.
Izin
penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain.
Pasal 46 ayat (3) :
Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
promosi
yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau
kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain,
ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;
promosi
minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
promosi
rokok yang memperagakan wujud rokok;
hal-hal
yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
Waktu
siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apa
pun, kecuali untuk siaran iklan.
Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI)
Organisasi KPI
dibagi menjadi tiga bidang, yaitu:
Bidang kelembagaan,
menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta
pengembangan kelembagaan KPI.
Bidang
struktur penyiaran, bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis
penyiaran.
Bidang
pengawasan isi siaran, menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat,
advokasi dan literasi media.
Wewenang KPI:
Menetapkan
standar program siaran
Menyusun
peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran (diusulkan oleh
asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI)
Mengawasi
pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program
siaran
Memberikan
sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta
standar program siaran
Melakukan
koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan
masyarakat
P3SPS (Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran), merupakan aturan
yang dikeluarkan oleh KPI.
KPI
pertama kali mengeluarkan P3SPS di tahun 2006.
Pornografi&Pornoaksi
SOSIOLOGIS
Pornografi
(Yunani) à porne dan graphein.
Porne
à perempuan jalang,
graphein
à menulis.
Jadi pengertian
pornografi
dapat dikatakan sebagai bahan lukisan, gambar atau tulisan serta
gerakan-gerakan tubuh yang membuka dan memportontonkan aurat secara sengaja dan
membangkitkan nafsu birahi.
Pornografi à gambar-gambar
perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin
manusia, sifatnya yang seronok, jorok, vulgar, membuat orang yang melihatnya
terangsang secara seksual.
Pornoaksi à aksi-aksi
subjek-objek seksual yang dipertontonkan secara langsung dari seseorang kepada
orang lain, sehingga menimbulkan rangsangan seksual bagi seseorang termasuk
menimbulkan histeria seksual di masyarakat.
YURIDIS (UU
PORNOGRAFI)
Pornografi
adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya, melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukkan di muka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan di
dalam masyarakat.
KUHP
Dengan
sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan
Dengan
sengaja dan di muka orang lain (yang bertentangan dengan kehendaknya) melanggar
kesusilaan
Menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, membikin tulisan,
gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, mengekspor dan mengimpor, atau
menyimpan, menawarkannya atau mempertunjukkannya.
Pasal 4 ayat (1) UU
Pornografi
Secara
eksplisit memuat:
persenggamaan,
termasuk persenggamaan yang menyimpang.
kekerasan
seksual
masturbasi
dan onani
ketelanjangan
atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
alat
kelamin, atau
pornografi
anak.
Setiap
orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau
menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Setiap
orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4.
Setiap
orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau
model yang mengandung muatan pornografi.
Setiap
orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung
muatan pornografi.
Setiap
orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di
muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan,
atau yang bermuatan pornografi lainnya.
Setiap
orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek
CYBER LAW
Undang-Undang No. 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Perbuatan
yang Dilarang:
melanggar
kesusilaan.
memiliki
muatan perjudian
memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Perbuatan
yang Dilarang:
menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA).
ancaman
kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
pelanggaran
hak milik orang lain
pelanggaran
hak cipta
Hubungan UU No. 19
tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Cyber Law
Ciptaan
termasuk segala bentuk karya pencipta yang terdapat di media internet
Perlu
adanya harmonisasi aturan menyangkut penggandaan hak cipta di media internet
sebab proses copy dan save as merupakan mekanisme
biasa yang sangat diperlukan dalam akses di internet.
Yang
termasuk pengumuman adalah termasuk publikasi melalui internet.
Perbanyakan
rekaman suara termasuk proses download lagu-lagu mp3 melalui media internet
Program
komputer, dan ciptaan-ciptaan lain yang terdapat di internet dilindungi
berdasarkan undang-undang ini.
Perlu
dikaji lebih lanjut pengambilan berita dari cybermedia yang dijadikan sumber
berita oleh media massa lainnya
Hubungan UU No. 32
tahun 2002 tentang Penyiaran dengan Cyber Law
Pengertian
atau batasan Siaran dan Penyiaran harus diartikan secara luas sehingga mencakup
juga penyiaran yang dilakukan melalui sarana teknologi informasi seperti
internet
Fungsi
penyiaran mencakup pula fungsi cybermedia yang harus berasaskan sesuai dengan
Pasal 4 dan Pasal 5 sehingga penyebaran berita-berita melalui internet sejalan
dengan prinsip-prinsip penyiaran yang sehat. Implementasi pengaturan secara
lebih detail menyangkut cybermedia perlu ditindaklanjuti mengingat cybermedia
memiliki kekhususan yang berbeda dengan penyiaran pada umumnya
Implementasi
siaran iklan dan penerapan prinsip-prinsip berdasarkan pasal 46 ayat (3)
sebaiknya diadopsi tidak hanya oleh cybermedia tetapi juga oleh situs-situs
internet pada umumnya yang juga memiliki akses periklanan.
Sensor
di media internet dilakukan dengan sangat terbatas dengan memperhatikan unsur
perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum, khususnya menyangkut
situs-situs yang bersifat terbatas.
Hubungan UU No. 44
tahun 2008 tentang Pornografi dengan Cyber Law
Bentuk
media komunikasi di sini termasuk media internet.
Menyebarluasan
dan menyiarkan di sini termasuk yang melalui internet, dan menjualbelikan
termasuk ke dalam jasa e-commerce (perdagangan elektronik)
Mengunduh
merupakan istilah lain dari men-download,
yaitu mengambil data melalui internet.
Memfasilitasi
termasuk ke dalam penyediaan layanan situs-situs pornografi
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berwenang untuk memblokir situs-situs pornografi
Situs-situs
pornografi sebagai alat bukti di pengadilan.
Pemusnahan
terhadap situs-situs pornografi.
Etika Komunikasi
Massa dan Kode Etik Profesi
Dalam
komunikasi massa, apabila komunikator melanggar suatu kode etik komunikasi maka
yang akan menjadi korban dampak negatif dan yang akan melakukan tuntutan adalah
sekelompok orang atau sejumlah massa yang merasa geram terhadap pelanggaran ini
dan secara umum akan menimbulkan cercaan atau bahkan unjuk rasa.
Pelanggaran
terhadap etika komunikasi akan menghambat kelancaran tugas para komunikator dan
akan menggagalkan misi dan fungsi di tengah masyarakat.
Etika pers (etika komunikasi
massa) adalah filsafat moral yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban pers dan
tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk, atau pers yang benar dan
pers yang salah
Etika pers adalah ilmu atau
studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau apa yang
seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers.
1923 à American Society of Newspaper Editors à memberlakukan Kode Etik Jurnalisme yang mewajibkan
semua surat kabar senantiasa memperhatikan kesejahteraan umum, kejujuran,
ketulusan, ketidakberpihakan, kesopanan, dan penghormatan terhadap privasi
individu.
Kode Etik Radio
Siaran 1937 dan Kode Etik Televisi 1952 à mengharuskan media elektronik untuk
selalu memperhatikan “kepentingan, kenyamanan, dan kebutuhan publik”.
Kode Etik ini memperlakukan media elektronik terutama sebagai sumber hiburan,
meskipun media ini juga menjalankan fungsi pendidikan.
Kode Etik Perfilman à menetapkan standar
perilaku minimum yang tidak boleh dilanggar. Sejak tahun 1960-an, kode etik
perfilman tidak terlalu diperhatikan, selain ketentuan tentang standar jenis
film untuk setiap golongan usia.
Lima
poin penting yang berkenaan dengan komunikasi massa:
Tanggung
Jawab
Kebebasan
Pers
Masalah
Etis
Ketepatan
dan Objektivitas
Tindakan
Adil untuk Semua Orang
Beberapa pokok etika
dalam komunikasi massa:
Kejujuran
(fairness)
Akurasi
à ketepatan data atau informasi yang disiarkan
kepada khalayak.
Bebas
dan bertanggung jawab
Kritik
konstruktif à kemampuan mengkritik
atau mengoreksi atas kekeliruan yang terjadi.
Pelaksanaan etika
komunikasi massa:
Masih
membutuhkan perjuangan yang berat dan terus menerus.
Bisa
terhambat karena masing-masing pihak (pers, pemerintah, dan masyarakat) membuat
ukuran sendiri-sendiri.
Sulit
diwujudkan karena tanggung jawabnya terletak pada diri sendiri dan sanksi
masyarakat.
Semakin
tinggi pendidikan masyarakat, semakin sadar mereka akan pentingnya pelaksanaan
etika komunikasi massa.
Etika
pers selalu berhubungan dengan soal “keharusan”, yakni upaya untuk menemukan
dan mencari hal-hal yang baik dan buruk.
Kode Etik Jurnalistik
dan Perusahaan Pers
Kode Etik Jurnalistik
Persatuan Wartawan Indonesia
Pasal
5: Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan
kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini
sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar
disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
Pasal
6: Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi
dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan
gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan
umum.
Pasal
7: Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut
pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak
bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.
Pasal
8: Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila (asusila) tidak
merugikan pihak korban.
Code of Ethics for
Asean Journalists
The
ASEAN journalist shall resort only to fair, open and honest means or efforts to
obtain news, photographs or documents necessary to enable him/her to carry out
his/her professional work, properly identifying him/herself in the process as
being a representative from media.
The
ASEAN journalist shall not allow personal motives or interests to influence
him/her or to colour his/her views in a manner that would reflect on his/her
professional integrity or would undermine the dignity of his/her profession.
The
ASEAN journalism shall not demand or accept any payment, gift or other
consideration by way of recompense for reporting what is not true, or
withholding or suppressing the truth.
The
ASEAN journalist shall honestly report and interpret the news, making sure to
the best of his/her knowledge and ability, not to suppress essential facts or
distort the truth through exaggeration or through wrong or improper emphasis.
The
ASEAN journalist shall give any person aggrieved by his/her report or
interpretation of the news the right of reply.
The
ASEAN journalist shall not violate confidential information or material
obtained by him/her in the exercise of his/her calling.
The
ASEAN journalist shall not identify his/her source, and shall resist any
outside attempt to make him/her do so, when specifically so enjoined by his/her
informant.
The
ASEAN journalist shall refrain from writing reports which have the effect of
destroying the honour or reputation of a private person, unless public interest
justifies it.
The
ASEAN journalist shall pay due regard to the multi-ethnic, cultural and
religious fabric of ASEAN countries.
The
ASEAN journalist shall not write reports, opinions or comments which would
endanger the security of his/her country or foment armed confrontation between
his/her country and any other ASEAN country, striving at all times, instead, to
promote closer friendly relations among them.
Kode Etik Humas
Kode Etik PERHUMAS
Pasal
I : Komitmen Pribadi
Anggota
PERHUMAS harus :
Memiliki
dan manerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan
profesi kehumasan.
Berperan
secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatkan kepentingan
Indonesia.
Menumbuhkan
dan mengembangkan hubungan antar warga negara Indonesia yang serasi dan selaras
demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal
II : Perilaku Terhadap Klien atau Atasan
Anggota
PERHUMAS harus :
Berlaku
jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.
Tidak
mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaingan tanpa
persetujuan semua pihak yang terkait.
Menjamin
rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan, maupun yang
perrnah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan.
Tidak
melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung merendahkan martabat,
klien atau atasan, maupun mantan klien atau mantan atasan.
Dalam
memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima pembayaran,
komisi atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau atasannya yang
telah memperoleh kejelasan lengkap.
Tidak
akan meyerahkan kepada calon klien atau calon atasan bahwa pembayaran atau
imbalan jasa-jasanya harus didasarkan kepada hasil-hasil tertentu, atau tidak
akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah kepada hal yang serupa.
Pasal
III : Perilaku Terhadap Masyarakat dan Media Massa
Anggota
PERHUMAS harus :
Menjalankan
kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta
harga diri anggota masyarakat.
Tidak
melibatkan diri dalam tindak memanipulasi integritas sarana maupun jalur
komunikasi massa.
Tidak
menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat
menodai profesi kehumasan.
Senantiasa
membantu menyebarluaskan informasi maupun pengumpulan pendapat untuk
kepentingan Indonesia.
Pasal
IV : Perilaku Terhadap Sejawat
Praktisi
Kehumasan Indonesia harus :
Tidak
dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tindak profesional
sejawatnya. Namun bila ada sejawat bersalah karena melakukan tindakan yang
tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar
Kode Etik Kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan
Kehormatan PERHUMAS.
Tidak
menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan
sejawatnya.
Membantu
dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi dan
mematuhi Kode Etik Kehumasan ini
Kode
Standar Profesional untuk Praktek Hubungan Masyarakat, Masyarakat Humas Amerika
Memperlakukan
para klien atau atasan dengan jujur, yang lama dan yang baru, dengan para
praktisi sejawat, dan publik umum.
Menjalankan
kehidupan profesionalnya sesuai dengan kepentingan umum.
Setia
pada kebenaran dan kesaksamaan serta pada standar yang telah diterima secara
umum.
Tidak
dibenarkan menunjukkan kepentingan yang bertentangan tanpa pernyataan
persetujuan dari yang terlibat.
Menjaga
kepercayaan dari klien atau atasan, baik yang sekarang maupun yang dulu.
Tidak
dibenarkan melibatkan diri dalam praktek yang cenderung merusak integritas
saluran komunikasi atau proses pemerintahan.
Tidak
dibenarkan menyampaikan secara sengaja informasi yang salah atau menyesatkan
dan diwajibkan secara hati-hati untuk menghindarkan penyampaian informasi yang
salah atau menyesatkan.
Siap
untuk mengidentifikasi di depan umum nama klien atau atasan.
Harus
melindungi kepentingan pribadi anggota, klien, atau atasan.
Tidak
dibenarkan merugikan reputasi rekan sejawatnya secara sengaja.
Wajib
datang sebagai saksi apabila diperlukan (untuk keperluan penyidikan).
Dalam
melaksanakan pelayanannya kepada klien atau atasan, tidak dibenarkan menerima
pembayaran, komisi atau lainnya dari siapapun selain klien atau atasan
tersebut.
Tidak
menjamin tercapainya kesepakatan-kesepakatan yang berlangsung di luar
pengawasan.
Secepat
mungkin harus memutuskan hubungan dengan klien atau atasan apabila terdapat
perbuatan yang bertentangan dengan pasal-pasal dari kode etik ini.
Kode Etik Periklanan
Etika Pariwara
Indonesia
Tata
Krama
Isi
Iklan
Hak
Cipta
Bahasa
Tanda
Asteris (*)
Penggunaan
Kata "Satu-satunya“
Pemakaian
Kata "Gratis“
Pencantum
Harga
Garansi
Janji
Pengembalian Uang (warranty)
Rasa
Takut dan Takhayul
Kekerasan
Keselamatan
Perlindungan
Hak-hak Pribadi
Hiperbolisasi
Waktu
Tenggang (elapse time)
Penampilan
Pangan
Penampilan
Uang
Kesaksian
Konsumen (testimony).
Anjuran
(endorsement)
Perbandingan
Perbandingan
Harga
Merendahkan
Peniruan
Istilah
Ilmiah dan Statistik
Ketiadaan
Produk
Ketaktersediaan
Hadiah
Pornografi
dan Pornoaksi
Khalayak
Anak-anak
Ragam
Iklan
Minuman
Keras
Rokok
dan Produk Tembakau
Obat-obatan
Produk
Pangan
Vitamin,
Mineral, dan Suplemen
Produk
Peningkat Kemampuan Seks
Kosmetika
Alat
Kesehatan
Alat
dan Fasilitas Kebugaran atau Perampingan
Klinik,
Poliklinik, dan Rumah Sakit
Jasa
Penyembuhan Alternatif
Organ
Tubuh Transplantasi dan Darah
Produk
Terbatas
Jasa
Profesi
Properti
Peluang
Usaha dan Investasi
Penghimpunan
Modal
Dana
Sosial dan Dana Amal
Kursus
dan Lowongan Kerja
Gelar
Akademis
Berita
Keluarga
Gerai
Pabrik (factory outlet)
Penjualan
Darurat dan Lelang Likuidasi
Kebijakan
Publik
Judi
dan Taruhan
Senjata,
Amunisi, dan Bahan Peledak
Agama
Iklan
Multiproduk
Pemeran
Iklan
Anak-anak
Perempuan
Jender
Penyandang
Cacat
Tenaga
Profesional
Hewan
Tokoh
Animasi
Standar
Usaha Periklanan Indonesia
Penerapan
Pitching
Klien
Klien/Account
Baru dan Pindahan
Kerahasiaan
Data Klien/account
Hak
Ekonomis dan Hak-hak Terkait
Rekrutmen
dan Imbalan Karyawan
Kredensial,
Portfolio, dan Presentasi Perusahaan
Informasi,
Konsep dan Materi Produk Lain
Sanksi :
Pelanggaran pertama
Berupa Peringatan Pertama secara tertulis, dan masa pengawasan selama enam bulan.
Berupa Peringatan Pertama secara tertulis, dan masa pengawasan selama enam bulan.
Pelanggaran kedua
Berupa Peringatan Kedua secara tertulis, dan masa pengawasan tiga bulan.
Berupa Peringatan Kedua secara tertulis, dan masa pengawasan tiga bulan.
Pelanggaran ketiga
Berupa
skorsing dari keanggotaan PPPI, dikenakan jika antara pelanggaran pertama dan
pelanggaran ketiga ini terjadi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.
Lama
skorsing ditetapkan berdasarkan bobot dan tenggang waktu terjadinya
pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Pelanggaran
keempat
Berupa
pemecatan dari keanggotaan PPPI, dan rekomendasi kepada para klien maupun para
mitra usaha terkait untuk memutuskan segala bentuk hubungan usaha dengan mantan
Anggota tersebut.
Kode Etik Perfilman
Kode Etik KFT-ASI
Ø Segenap anggota
KFT-ASI adalah para sineas Profesional bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa
menurut ajaran agama yang dianutnya.
Ø Segenap anggota
KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban memenuhi dan menghormati
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KFT-ASI sebagai organisasi profesi.
Ø Segenap anggota
KFT-ASI adalah para sineas profesional menjunjung tinggi dan menghormati
prinsip-prinsip kebersamaan dan solidaritas.
Ø Segenap anggota
KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban memahami pedoman kerja
kelompok profesi dan melaksanakannya secara profesional.
Ø Segenap anggota
KFT-ASI adalah para sineas Profesional wajib menghormati setiap perjanjian
kerja yang dibuat bersama serta melaksakannya secara profesional.
Ø Segenap anggota
KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban menolak pekerjaan membuat
dan atau terlibat dalam pembuatan film biru, ataupun film yang menghina agama.
Ø Segenap anggota
KFT-ASI adalah para sineas profesional tidak melakukan ikatan kerja pada dua
perusahaan film atahu lebih dalam waktu yang bersamaan.
Ø Segenap anggota
KFT-ASI adalah para sineas profesional berkewajiban mematuhi dan tunduk pada
kebijaksanaan organisasi berdasarkan keputusan kongres.
Kode Etik Produser
Film Indonesia
Seorang
produser film adalah seorang profesionalis yang memiliki bakat dan pengetahuan
mengenai profesinya sebagai produser film da bersedia mengabdikan diri pada
kehidupan serta kemajuan produksi film Indonesia.
Seorang
produser film dalam menjalankan tugasnya wajib membina pengertian yang baik
dengan semua pihak dalam hubungan pembuatan film.
Seorang
produser film selalu menghormati dan menghargai hak sesama produser film dan
tidak melakukan sesuatu perbuatan yang dapat merugikan pihak lain.
Seorang
produser film selalu berusaha menjaga reputasi profesinya dan tidak melakukan
hal-hal yang dapat mencemarkan nama baik produser film.
Seorang
produser film selalu berussaha menjaga kepercayaan-kepercayaan yang diberikan
kepadanya dalam hubungan pembuatan film dan mengerjakannya dengan baik serta
penuh tanggung jawab.
Seorang
produser film selalu menghargai kreativitas setiap karyawan/artis produksinya
dan menghormati hak-hak mereka.
Seorang
produser film selalu menjaga agar tidak menggunakan bakat dan kemampuannya
untuk membuat film yang dapat berpengaruh buruk bagi masyarakat.
Seorang
produser film selalu berusaha untuk meningkatkan mutu dan derajat film
Indonesia sehingga mendapatkan apresiasi yang layak dari masyarakat.
Seorang
produser film mengakui PPFI (persatuan perusahaan film Indonesia) sebagai
satu-satu nya wadah yang mengatur tata laksana produksi film, oleh karenanya
turut bertanggung jawab atas adanya dan kelangsungan hidup organisasi PPFI.
--
Terima Kasih --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar